Translate

Friday 19 July 2013

Masalah Besaran THR dan Pemotongan Gaji Karena Cuti Bersama

sumber hukum online


Salam sejahtera! Ada beberapa
pertanyaan yang ingin saya
sampaikan: 1. Pada waktu lebaran
kemarin kami menerima THR tidak
seperti tahun-tahun sebelumnya
yang besarannya satu bulan gaji
full, padahal saat hari raya umat
lain yang masih dalam satu tahun
mereka mendapat THR full 1 bulan
gaji. 2. Pada saat cuti bersama
lebaran Idul Fitri, gaji kami
dipotong sesuai lama libur cuti
bersama. Langkah apa yang harus
kita lakukan untuk mengatasi
masalah tersebut? Terima kasih.
Jawaban:
Kami akan menjawab pertanyaan Anda
satu persatu sebagai berikut:
1. Mengenai Tunjangan Hari Raya
(“THR”) telah diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia No. PER-04/
MEN/1994 Tahun 1994 tentang
Tunjangan Hari Raya Keagamaan
Bagi Pekerja Di Perusahaan
(“Permenaker 4/1994”). Pada
dasarnya dalam Pasal 3 ayat (1)
Permenaker 4/1994 dikatakan bahwa
besarnya THR adalah sebagai berikut:
a. Pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 12
bulan secara terus menerus
atau lebih sebesar 1 (satu)
bulan upah;
b. Pekerja yang telah
mempunyai masa kerja 3
bulan secara terus menerus
tetapi kurang dari 12 bulan
diberikan secara
proporsional dengan masa
kerja yakni dengan
perhitungan: Masa kerja x 1
(satu) bulan upah.
Upah satu bulan yang dimaksud
adalah upah pokok ditambah
tunjangan-tunjangan tetap (Pasal 3
ayat [2] Permenaker 4/1994).
Akan tetapi, perusahaan dapat
mengatur besarnya nilai THR
berbeda dengan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 3 ayat (1)
Permenaker 4/1994. Dalam Pasal 3
ayat (3) Permenaker 4/1994, diatur
bahwa perusahaan dapat
menentukan nilai THR dalam
Kesepakatan Kerja (KK), atau
Peraturan Perusahaan (PP) atau
Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
dengan ketentuan bahwa nilai THR
yang ditentukan oleh perusahaan
tersebut lebih besar dari nilai THR
yang diatur dalam Pasal 3 ayat (1)
Permenaker 4/1994.
Jadi, pada dasarnya jika pekerja
tersebut telah bekerja minimal
selama 12 (dua belas) bulan selama
terus menerus di perusahaan
tersebut, maka pekerja berhak atas
THR sebesar 1 (satu) bulan upah.
Mengenai langkah hukum apa yang
dapat ditempuh, sebagaimana
pernah dibahas dalam artikel yang
berjudul Langkah Hukum Jika THR
Tidak Dibayar Penuh, jika memang
ada pelanggaran terhadap ketentuan
pembayaran THR ini, Anda dapat
melaporkannya ke pegawai pengawas
ketenagakerjaan di Disnaker
setempat (Pasal 9 ayat [1]
Permenaker 4/1994) karena THR
merupakan hak Anda sebagai
pekerja.
Lebih lanjut dikatakan bahwa
pelanggaran pengusaha dengan tidak
membayarkan THR sesuai ketentuan
yang berlaku dapat dikenakan pidana
sesuai Pasal 8 Permenaker 4/1994
yakni berupa kurungan dan denda.
Jadi, jika terjadi pelanggaran dalam
hal pembayaran THR, Anda dapat
melaporkan ke pegawai pengawas
ketenagakerjaan setempat.
Selain itu, pekerja yang dirugikan
karena THR-nya tak dibayar secara
penuh dapat menempuh upaya
secara keperdataan. Yaitu dimulai
dengan perundingan bipartit,
kemudian mediasi di dinas
ketenagakerjaan setempat hingga
pengajuan gugatan perselisihan hak
ke pengadilan hubungan industrial.
Selengkapnya mengenai
penyelesaian perselisihan hak, dapat
Anda lihat dalam artikel yang
berjudul Langkah Hukum Jika
Pengusaha Tidak Bayar Upah.
2. Pada umumnya, pelaksanaan cuti
bersama adalah memotong cuti
tahunan. Hal ini sebagaimana
terdapat dalam Poin ke-4 Keputusan
Bersama Menteri Agama, Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan
Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia No. 5 Tahun
2012, No. SKB.06/MEN/VII/2012, No. 2
Tahun 2012 tentang Hari Libur
Nasional dan Cuti Bersama Tahun
2013.
Karena cuti bersama dipotong dari
cuti tahunan pekerja, maka
pengusaha tidak dapat memotong gaji
pekerja terkait dengan cuti bersama.
Ini karena berdasarkan Pasal 93 ayat
(2) huruf g Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU
Ketenagakerjaan”), pengusaha wajib
membayar upah pekerja saat pekerja
melaksanakan hak istirahat. Yang
dimaksud dengan hak istirahat
adalah waktu istirahat dan cuti
sebagaimana terdapat dalam Pasal 79
UU Ketenagakerjaan.
Jika pengusaha melanggar ketentuan
dalam Pasal 93 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal
186 ayat (1) UU Ketenagakerjaan,
pengusaha dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu)
bulan dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
Dalam hal ini maka yang terjadi
adalah adanya perselisihan antara
Anda dengan pengusaha mengenai
gaji/upah. Perselisihan mengenai
gaji/upah adalah perselisihan hak
sebagaimana terdapat dalam Pasal 1
angka 2 Undang-Undang No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial.
Mengenai langkah hukum yang dapat
Anda lakukan terkait perselisihan
hak, Anda dapat membaca artikel
Scientia Afifah, S.H. yang berjudul
Langkah Hukum Jika Pengusaha
Tidak Bayar Upah.

No comments :

Post a Comment

Facebook